UNDANG-UNDANG DASAR 1945
UUD 1945
diresmikan menjadi undang-undang dasar negara oleh PPKI (Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia) pada 18-Agustus-1945. Namun Sejak 27 Desember 1949, di
Indonesia berlaku Konstitusi RIS, dan sejak tanggal 17 Agustus 1950 di
Indonesia berlaku UUDS 1950. Kemudian pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 kembali
memberlakukan UUD 1945, dengan dikukuhkan secara aklamasi oleh DPR pada tanggal
22 Juli 1959.
Pada periode
1999-2002, UUD 1945 mengalami 4 kali amendemen (perubahan), yang mengubah
susunan lembaga-lembaga dalam sistem ketatanegaraan Republik Indonesia. berikut
Sejarah Lahirnya UUD 1945 Negara Republik Indonesia secara lengkap berdasarkan
pembagian / periodesasi waktu terjadinya:
Sejarah Lahirnya UUD 1945 Negara
Republik Indonesia
BPUPKI
(Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dibentuk pada tanggal
29 April 1945 badan ini merupakan badan yang merancang konstitusi 1945. Selama
sesi pertama yang berlangsung pada 28 Mei - 1 Juni 1945, Pada saat itu Bung
Karno menyampaikan gagasan "Dasar Negara", yang ia beri nama
Pancasila.
Pada tanggal
22 Juni 1945, 38 anggota BPUPKI membentuk Panitia Sembilan yang terdiri dari 9
orang untuk merancang Piagam Jakarta yang akan menjadi naskah Pembukaan UUD
1945. Setelah dihapusnya kata "dengan kewajiban menjalankan syariah Islam
bagi pemeluk-pemeluknya" kemudian naskah Piagam Jakarta dijadikan naskah
Pembukaan UUD 1945 yang kemudian diresmikan pada 18-Agustus-1945 oleh PPKI
(Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia). Pengesahan UUD 1945 ditetapkan oleh
KNIP (Komite Nasional Indonesia Pusat) pada sidangnya tanggal 29 Agustus 1945.
Kemudian Naskah rancangan UUD 1945 dibuat pada
saat Sidang Ke-2 BPUPKI tanggal 10-17 Juli 1945. dan Tanggal 18-Agustus-1945,
PPKI mengesahkan UUD 1945 sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Periode
Diberlakukannya UUD 1945 (18-Agustus-1945 sampai 27-Desember-1949)
Dalam
Periode 1945-1950, UUD 1945 tidak dapat dilaksanakan sepenuhnya karena
Indonesia saat itu disibukkan oleh perjuangan mempertahankan kemerdekaan.
Kemudian pada Maklumat Wakil Presiden Nomor X tanggal 16-Oktober-1945
mengatakan bahwa kekuasaan legislatif diserahkan kepada KNIP, karena saat itu
DPR dan MPR belum terbentuk. Selanjutnya Pada 14-November-1945 dibentuk Kabinet
Semi Presidensial (Semi Parlementer) yang pertama, dimana peristiwa tersebut
adalah perubahan pertama dari sistem pemerintahan Indonesia terhadap UUD 1945.
Kabinet pada
Periode 18 Agustus 1945 sampai 27 Desember 1949 sering terjadi perubahan.
Kabinet RI yang pertama terdiri dari 4 menteri negara dan 12 menteri memimpin
departemen. Namun kabinet ini dipimpin oleh Bung Karno.
Kemudian
Dalam kehidupan negara demokratis terbentuk banyak partai politik di Indonesia.
Sehingga dikeluarkan maklumat Pemerintah. kemudian kabinet berubah menjadi
kabinet parlementer. Perubahan kabinet ini dimaksud agar bangsa Indonesia
mendapat dukungan dari negara barat yang menganut paham demokrassi dan kabinet
parlementer (Sultan Syahrir menjadi Perdana Mentri I di Indonesia).
Periode Diberlakukanya Konstitusi RIS
1949 (27-Desember-1949 sampai 17-Agustus-1950)
Pada saat
itu pemerintah Indonesia menganut sistem parlementer. Bentuk pemerintahan dan
bentuk negara yaitu federasi negara yang terdiri dari negara-negara yang
masing-masing negara mempunyai kedaulatan sendiri untuk mengelola urusan internal.
Ini merupakan perubahan dari tahun 1945 yang mengamanatkan bahwa Indonesia
merupakan negara kesatuan.
Periode
Diberlakukanya UUDS 1950 (17-Agustus-1950 sampai 5-Juli-1959)
Pada periode
UUDS 1950 diberlakukan sistem Demokrasi Parlementer yang lebih dikenal
Demokrasi Liberal. Pada periode ini kabinet sering dilakukan pergantian,
akibatnya pembangunan tidak berjalan lancar, hal tersebut lantaran tiap partai
lebih mengutamakan kepentingan golongan atau partanyai. Setelah memberlakukan
UUDS 1950 dan sistem Demokrasi Liberal selama hampir 9 tahun, kemudian rakyat
Indonesia sadar bahwa UUDS 1950 dengan sistem Demokrasi Liberal tidak sesuai,
hal tersebut karena tidak cocok dengan jiwa Pancasila dan UUD 1945 yang
sesungguhnya.
pasal uud
1945, amandemen uud 1945, uud tahun 1945, dasar negara
Perangko
kembali ke UUD 1945 50sen
Periode Diberlakukanya kembali UUD 1945 (5-Juli-1959 sampai 1966)
Karena
situasi politik di Majelis Konstituante pada tahun 1959 yang panas dan banyak
kepentingan partai saling tarik ulur politik sehingga gagal menghasilkan sebuah
konstitusi baru, kemudian pada 5-Juli-1959, Bung Karno mengeluarkan Keputusan
Presiden yang satu itu memberlakukan kembali UUD 1945 sebagai konstitusi,
menggantikan Sementara UUDS 1950 yang berlaku pada saat itu.
Pada saat
itu, ada berbagai penyimpangan 1945, termasuk:
Presiden
menunjuk Ketua dan Wakil Ketua DPR/MPR dan Mahkamah Agung serta Wakil Ketua DPA
sebagai Menteri Negara
MPRS
menetapkan Bung Karno menjadi presiden seumur hidup.
Periode UUD 1945 masa Orde Baru
(11-Maret-1966 sampai 21-Mei-1998)
Selama Orde
Baru (1966-1998), Pemerintah berjanji akan melaksanakan UUD 1945 dan Pancasila
secara konsekuen dan murni. Akibatnya Selama Orde Baru, UUD 1945 menjadi sangat
“sakral”, di antara melalui sejumlah aturan:
Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1985 tentang referendum, yang merupakan implementasi Ketetapan
MPR Nomor IV/MPR/1983.
Keputusan
No. IV / MPR / 1983 mengenai Referendum yang antara lain menyatakan bahwa
seandainya MPR berkeinginan mengubah UUD 1945, terlebih dahulu harus meminta
masukan dari rakyat dengan mengadakan referendum.
Keputusan
No. I / MPR / 1983 yang menyatakan bahwa MPR berketetapan untuk mempertahankan
UUD 1945, tidak berkehendak akan melakukan amandemen terhadapnya
Masa (21-Mei-1998 sampai
19-Oktober-1999)
Pada masa
ini dikenal masa transisi. Yaitu masa sejak Presiden Soeharto digantikan oleh
B.J.Habibie sampai dengan lepasnya Provinsi Timor Timur (Sekarang Timor Leste)
dari NKRI.
Periode Perubahan UUD 1945 (sampai
Sekarang)
Salah satu
permintaan Reformasi pada tahun 98 adalah adanya amendemen atau perubahan
terhadap UUD 1945. Latar belakang tuntutan amandemen UUD 1945 antara lain
karena pada zaman Orde Baru, kekuasaan tertinggi di tangan MPR (namun pada
nyataannya tidak di tangan rakyat), tetapi kekuasaan yang sangat besar malah
ada pada Presiden, hal tersebut karena adanya pasal-pasal yang terlalu
"luwes" (yang dapat menimbulkan multitafsir), dan kenyataan rumusan
UUD 1945 mengenai semangat penyelenggara negara yang belum didukung cukup
ketentuan konstitusi.
Tujuan
amandemen UUD 1945 waktu itu adalah menyempurnakan aturan dasar seperti
kedaulatan rakyat, tatanan negara, pembagian kekuasaan, HAM, eksistensi negara
demokrasi dan negara hukum, dll yang sesuai dengan perkembangan kebutuhan dan
aspirasi bangsa. Amandemen UUD 1945 mempunyai kesepakatan yaitu tidak merubah
Pembukaan UUD 1945, dan tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI), juga memperjelas sistem pemerintahan presidensial.
Dalam
periode 1999-2002, terjadi 4 kali amendemen UUD 1945 yang ditetapkan dalam
Sidang Umum dan Sidang Tahunan MPR yaitu:
Pada Sidang
Umum MPR 1999, 14-21 Oktober 1999, Amandemen Pertama.
Pada Sidang
Tahunan MPR 2000, 7-18 Agustus 2000, Amandemen Kedua.
Pada Sidang
Tahunan MPR 2001, 1-9 November 2001, Amandemen Ketiga.
Pada Sidang
Tahunan MPR 2002, 1-11 Agustus 2002, Amandemen Keempat.
HASIL AMANDEMEN UUD 1945
Amandemen Pertama
Perubahan ini
meliputi 9 pasal, 16 ayat yang Ditetapkan pada tanggal 19-Oktober-1999, yaitu:
Pasal 7:
Tentang Pembatasan masa jabatan Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 13
ayat 2 dan 3: Tentang Penempatan dan Pengangkatan Duta
Pasal 5 ayat
1: Tentang Hak Presiden untuk mengajukan RUU kepada DPR
Pasal 14
ayat 1: Tentang Pemberian Grasi dan Rehabilitasi
Pasal 15:
Tentang Pemberian tanda jasa, gelar, serta kehormatan lain
Pasal 9 ayat
1 dan 2: Tentang Sumpah Presiden dan Wakil Presiden
Pasal 21:
Tentang Hak DPR untuk mengajukan RUU
Pasal 14
ayat 2: Tentang Pemberian abolisi dan amnesty
Pasal 20
ayat 1-4: Tentang DPR
Pasal 17
ayat 2 dan 3: Tentang Pengangkatan Menteri
Amandemen Kedua
Perubahan
ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 18-Agustus-2000, yaitu:
Bab IX A:
Tentang Wilayah Negara
Bab VI:
Tentang Pemerintahan Daerah
Bab XA:
Tentang Hak Asasi Manusia (HAM)
Bab VII:
Tentang Dewan Perwakilan Daerah (DPR)
Bab XV:
Tentang Bahasa, Bendera, Lagu Kebangsaan dan Lambang Negara
Bab X:
Tentang Penduduk dan Warga Negara
Bab XII:
Tentang Pertahanan dan Keamanan
Amandemen Ketiga
Perubahan
ini tersebar dalam 7 Bab yang Ditetapkan tanggal 9-November-2001, yaitu:
Bab II:
Tentang MPR
Bab I:
Tentang Bentuk dan Kedaulatan
Bab VIII A:
Tentang BPK (Badan Pemeriksa keuangan)
Bab III:
Tentang Kekuasaan Pemerintahan Negara
Bab VII A:
Tentang DPR
Bab V:
Tentang Kementrian Negara
Bab VII B:
Tentang Pemilihan Umum
Amandemen Keempat
Perubahan
ini meliputi 19 pasal yang terdiri dari 31 butir ketentuan serta 1 butir yang
dihapuskan. yang Ditetapkan pada tanggal 10-Agustus-2002. Pada Amandemen
keempat ini ditetapkan bahwa:
UUD 1945
sebagaimana telah diubah merupakan UUD 1945 yang ditetapkan pada
18-Agustus-1945 dan diberlakukan kembali melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Perubahan tersebut
diputuskan pada rapat Paripurna MPR RI ke-9 tanggal 18-Agustus-2000 pada Sidang
Tahunan MPR RI dan mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan. pengubahan substansi
pasal 16 serta penempatannya ke dalam Bab III tentang "Kekuasaan
Pemerintahan Negara". dan Bab IV tentang "Dewan Pertimbangan
Agung" dihapus.
Naskah
Undang-Undang Dasar 1945
Sebelum
amandemen, UUD 1945 terdiri atas Pembukaan, Batang Tubuh (16 bab, 37 pasal, 65
ayat (16 ayat berasal dari 16 pasal yang hanya terdiri dari 1 ayat dan 49 ayat
berasal dari 21 pasal yang terdiri dari 2 ayat atau lebih), 4 pasal Aturan
Peralihan, dan 2 ayat Aturan Tambahan), serta Penjelasan.
Setelah
dilakukan 4 kali amandemen, UUD 1945 memiliki 16 bab, 37 pasal, 194 ayat, 3
pasal Aturan Peralihan, serta 2 pasal Aturan Tambahan.
PEMBUKAAN
Bahwa
sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan.
Dan
perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat yang
berbahagia dengan selamat sentausa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan pintu
gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan
makmur.
Atas berkat
rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur,
supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan
dengan ini kemerdekaannya.
Kemudian
daripada itu untuk membentuk suatu Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi
segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ikut melaksanakan
ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan
social, maka disusunlah Kemerdekaan Kebangsaan Indonesia itu dalam suatu
Undang-Undang Dasar Negara Indonesia, yang terbentuk dalam susunan Negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasar kepada Ketuhanan
Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang adil dan beradab, Persatuan Indonesia dan
Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/perwakilan, serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia.
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 memuat
sifat-sifat fundamental dan asasi bagi negara yang pada hakikatnya mempunyai
kedudukan tetap dan tidak dapat dirubah. Berdasarkan ketetapan MPRS No.
XX/MPRS/1966 yang menerima baik Memorandum DPR-GR tanggal 9 Juni 1966 Jo. Tap
No. V/MPR/1973 yang menyatakan:
Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pernyataan Kemerdekaan yang terinci yang mengandung cita-cita luhur dari
Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
dan yang memuat Pancasila sebagai Dasar Falsafah Negara, merupakan satu rangkaian dengan Proklamsi
Kemerdekaan 17 Agustus 1945 dan oleh karena itu tidak dapat diubah oleh
siapapun juga termasuk MPR hasil Pemilu yang berdasarkan Pasal 3 dan Pasal 37
Undang-Undang Dasar 1945, karena mengubah isi Pembukaan Undang-Undang Dasar
1945 berarti sama halnya pembubaran negara. Dengan demikian jelaslah bagi kita bahwa Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945, baik secara formal maupun
material tidak dapat diubah.
Ketegasan
untuk tidak mengubah pembukaan UUD 1945 juga dituangkan dalam Kesepakatan MPR
RI pada proses amendemen UUD 1945 yang dilakukan pada tahun 1999 hingga tahun
2002. Sebagaimana diketahui saat Amandemen UUD1945, MPR RI berkomitmen untuk tidak mengubah bagian
Pembukaan UUD 1945, tetap mempertahankan Negara Kesatuan Republik Indonesia,
akan mempertegas sistem pemerintahan presidensial, meniadakan Penjelasan UUD
1945 dan manjadikan hal-hal normatif dalam penjelasan dimasukkan ke dalam
pasal-pasal, serta Perubahan UUD 1945
dilakukan dengan cara adendum.
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental berisi:
a. Tujuan negara
Tujuan
negara yang tersurat di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 alinea keempat
merupakan sesuatu yang ingin dicapai oleh bangsa Indonesia setelah memilki
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tujuan negara tersebut merupakan tujuan
nasional yang secara rinci dapat diurai sebagai berikut: (1) membentuk suatu
Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh
tumpah darah Indonesia; (2) memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan (3) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan
kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial
b. Ketentuan
diadakannya Undang Undang Dasar Negara.
Pernyataan
ketentuan diadakannya Undang Undang
Dasar Negara tersimpul dalam kalimat
“...........maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia itu dalam
suatu Undang Undang Dasar Negara
Indonesia”. Hal ini merupakan suatu ketentuan bahwa negara Indonesia harus
berdasarkan pada suatu Undang-Undang Dasar dan merupakan suatu dasar yuridis formal bahwa negara Indonesia
adalah negara yang berdasarkan atas hukum.
c. Bentuk Negara dan Jenis Kedaulatan
Pernyataan
ini tersimpul dalam kalimat: “...yang terbentuk dalam suatu susunan negara
Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat”.
Di dalam negara yang berbentuk Republik, kehendak negara adalah hasil
dari suatu peristiwa hukum, dan terdapat suatu badan yang mewakili sejumlah
orang sebagai pemegang kekuasaan. Keputusan-keputusan badan ini merupakan hasil
proses hukum yang sesuai dengan Konstitusi negara, dan sebagai wujud kehendak
negara. Sedangkan kedaulatan secara yuridis diartikan sebagai kekuasaan.
Menurut Jean Bodin, kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi terhadap warganegara
dan rakyat tanpa suatu pembatasan undang-undang. Oleh karena itu, kedaulatan
rakyat mempunyai arti bahwa kekuasaan tertinggi ada pada rakyat. Rakyatlah yang
berdaulat, dan mewakilkan kekuasaannya pada suatu badan yaitu Pemerintah. Bila
Pemerintah dalam melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat,
maka rakyat akan bertindak mengganti Pemerintah.
Kehendak
rakyat menurut JJ Rousseau ada dua, yaitu kehendak rakyat seluruhnya yang
dinamakan Volente de Tous dan kehendak rakyat dari sebagian rakyat yakni rakyat
dengan suara terbanyak, yang dinamakan Volente Generale. Dalam praktek bilamana
jumlah rakyat sudah terlalu banyak, maka pengambilan keputusan berdasar
kehendak seluruh rakyat akan mengalami kendala berlarut-larutnya penentuan
keputusan tersebut yang dapat menyebabkan negara tidak berjalan sebagaimana
mestinya, sehingga sistem suara terbanyak lebih banyak digunakan terutama oleh
negara-negara demokrasi Barat.
d. Dasar negara
Pernyataan
bahwa di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat pernyataan dasar Negara ini
tersimpul dalam kalimat: “... dengan berdasar kepada Ketuhanan Yang Maha Esa,
kemanusiaan yang adil dan beradab,
persatuan Indonesia, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam
permusyawaratan/ perwakilan serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi
seluruh rakyat Indonesia”. Dengan
demikian menurut Pembukaan UUD 1945 yang menjadi dasar Negara adalah kelima
asas yang disebutkan di atas yang terkenal dengan nama Pancasila.
Dasar Negara
diperlukan agar negara tersebut memiliki pedoman atau patokan untuk suatu
kehidupan bernegara yang tertib, terarah dan terencana, sehingga menjadi suatu
negara yang bermartabat di mata bangsa-bangsa lain di dunia. Dari ketentuan
tersebut tersurat adanya Pancasila sebagai dasar filsafat negara yang
mengandung makna bahwa segala aspek kehidupan kebangsaan, kemasyarakatan dan
kenegaraan harus berdasarkan nilai-nilai Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan,
Kerakyatan dan Keadilan.
Sebagai
dasar Negara, Pancasila merupakan dasar nilai serta norma untuk mengatur
penyelenggaraan negara. Pancasila menjadi asas kerokhanian yang menjadi sumber
nilai, norma serta kaidah moral maupun hukum negara. Oleh karenanya sebagai
dasar filsafat negara, Pancasila sering disebut pula sebagai ideologi negara
(Staatsidee) yang mengandung konsekuensi bahwa seluruh pelaksanaan dan
penyelenggaraan negara serta segala peraturan perundang-undangan yang ada
dijabarkan dari nilai-nilai Pancasila, dan Pancasila merupakan sumber tertib
hukum Indonesia.
Adapun
kedudukan Pembukaan UUD 1945 dalam Negara Republik Indonesia adalah sebagai
berikut.
a. Pembukaan
UUD 1945 sebagai pernyataan kemerdekaan yang terperinci Bangsa Indonesia pada
tanggal 17 Agustus 1945 telah menyatakan proklamasi kemerdekaannya yaitu dalam
suatu Naskah Proklamasi yang dibacakan oleh Soekarno-Hatta atas nama seluruh
bangsa Indonesia. Proklamasi pada hakikatnya memiliki dua makna, yaitu suatu
pernyataan tentang kemerdekaan bangsa Indonesia dan tindakan-tindakan yang
harus segera dilaksanakan berkaitan dengan proklamasi tersebut, artinya mulai
detik proklamasi tersebut bangsa Indonesia menyusun negara yang merdeka yang
memiliki kedaulatan sendiri untuk mewujudkan cita-cita bersama, yaitu
masyarakat yang adil dan makmur, material maupun spiritual. Dalam Pembukaan UUD
1945, baik pernyataan proklamasi (pada alinea ke-3) maupun tindakan-tindakan
tentang pembentukan Negara Republik Indonesia terinci sejak alinea ke-3.
b. Pembukaan
UUD 1945 memenuhi syarat adanya tertib hukum Indonesia Dalam alinea keempat
Pembukaan UUD 1945 ditemukan unsur-unsur yang menurut ilmu hukum merupakan
syarat bagi adanya suatu tertib hukum di Indonesia, yaitu suatu kebulatan dari
keseluruhan peraturan-peraturan hukum.
c. Pembukaan
UUD 1945 sebagai pokok kaidah negara yang fundamental Di dalam suatu tertib
hukum terdapat urut-urutan susunan yang bersifat hirarkis, dimana UUD
(pasal-pasalnya) bukanlah merupakan suatu tertib hukum yang tertinggi. Di
atasnya masih ada dasar-dasar pokok dari UUD ataupun hukum dasar yang tidak
tertulis yang pada hakikatnya terpisah dari UUD atau hukum dasar yang tidak
tertulis itu yang dinamakan Pokok Kaidah yang Fundamental. Berdasarkan
unsur-unsur yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 maka menurut ilmu hukum
tatanegara, Pembukaan UUD 1945 pada hakikatnya telah memenuhi syarat sebagai
Pokok Kaidah Negara yang Fundamental (Staatsfundamentalnorm).
d. Pembukaan
UUD 1945 merupakan sumber semangat bagi UUD 1945 Pembukaan UUD 1945, yang
terkandung di dalamnya pokok-pokok pikiran yang inti sarinya adalah Pancasila,
pada hakikatnya merupakan sumber semangat bagi para penyelenggara negara, para
pemimpin pemerintahan, para penyelenggara partai serta golongan fungsional, dan
seluruh alat perlengkapan negara lainnya.
e. Pembukaan
UUD 1945 Mempunyai Kedudukan Kuat dan Tetap Sebagai pokok kaidah negara yang
fundamental, Pembukaan UUD 1945 memiliki hakikat kedudukan hukum yang kuat,
bahkan secara yuridis tidak dapat diubah oleh siapapun, terlekat pada
kelangsungan hidup negara. Pembukaan UUD 1945 sebagai dasar, rangka dan suasana
bagi kehidupan negara dan tertib hukum Indonesia Dalam pengertian ini, isi yang
terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 bilamana dirinci secara sistematis merupakan
suatu kesatuan yang bertingkat dan berfungsi sebagai dasar, rangka, dan suasana
bagi negara dan tertib hukum Indonesia.
Pembukaan
UUD 1945 terdiri atas empat alinea atau bagian yang dapat dijelaskan sebagai
berikut:
1. Alinea Pertama
Alinea
pertama : “Bahwa sesungguhnya kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh
sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan karena tidak sesuai
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan”
Makna yang
terkandung dalam Alinea pertama ini adalah menunjukkan keteguhan dan kuatnya
pendirian bangsa Indonesia menghadapai masalah kemerdekaan melawan penjajah.
Alinea ini
mengungkapkan suatu dalil obyektif, yaitu bahwa penjajahan tidak sesuai dengan
perikemanusiaan dan perikeadilan, dan oleh karenanya harus ditentang dan
dihapuskan agar semua bangsa di dunia ini dapat menjalankan hak kemerdekaannya
sebagai hak asasinya. Disitulah letak moral luhur dari pernyataan kemerdekaan
Indonesia.
Selain
mengungkapkan dalil obyektif, alinea ini juga mengandung suatu pernyataan
subyektif, yaitu aspirasi bangsa Indonesia sendiri untuk membebaskan diri dari
penjajahan. Dalil tersebut di atas meletakkan tugas kewajiban bangsa/pemerintah
Indonesia untuk senantiasa berjuang melawan setiap bentuk penjajahan dan
mendukung kemerdekaaan setiap bangsa.
Alasan
bangsa Indonesia menentang penjajahan ialah karena penjajahan itu bertentangan
dengan perikemanusiaan dan perikeadilan. Ini berarti setiap hal atau sifat yang bertentangan atau tidak
sesuai dengan perikemanusiaan dan perikeadilan juga harus secara sadar
ditentang oleh bangsa Indonesia. Pendirian tersebut itulah yang melandasi dan
mengendalikan politik luar negeri kita.
2. Alinea Kedua
Alinea kedua
: “Dan perjuangan pergerakan kemerdekaan Indonesia telah sampailah kepada saat
yang berbahagia dengan selamat sentosa mengantarkan rakyat Indonesia ke depan
pintu gerbang kemerdekaan Negara Indonesia yang merdeka, bersatu, berdaulat,
adil, dan makmur”
Alinea ini
mengandung makna:
1. Bahwa
kemerdekaan Indonesia bukan pemberian atau hadiah dari Negara lain tetapi
merupakan hasil perjuangan bangsa Indonesia sendiri;
2. Bahwa
kemerdekaan tersebut bukan merupakan tujuan akhir (baru mencapai pintu
gerbang) tetapi masih harus diisi dengan
mewujudkan negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur.
3. Alinea Ketiga
Alinea
ketiga : “Atas berkat rakhmat Allah Yang Maha Kuasa dan dengan didorongkan oleh
keinginan yang luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya”
Alinea ini
memuat motivasi spiritual yang luhur dan mengilhami Proklamasi Kemerdekaan
serta menunjukkan pula ketaqwaan bangsa Indonesia kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Inti dari alinea ini adalah pengakuan bahwa Kemerdekaan yang diperoleh bangsa
Indonesia bukan semata-mata hasil perjuangan bangsa Indonesia, tetapi juga
berkat rahmat Allah Tuhan Yang Maha Esa. Hal tersebut berarti bahwa bangsa
Indonesia mendambakan kehidupan yang berkeseimbangan material dan spiritual
serta keseimbangan kebidupan di dunia dan di akhirat.
Keyakinan
dan tekad yang kuat untuk memperoleh kemerdekaan dan keyakinan akan kekuasaaan
Tuhan, menjadi kekuatan yang menggerakkan bangsa Indonesia. Persenjataan yang
sederhana dan tradisional tidak menjadi halangan untuk berani melawan penjajah
yang memiliki senjata lebih modern. Para pejuang bangsa yakin bahwa Tuhan akan
memberikan bantuan kepada umatnya yang berjuang melawan kebenaran.
Banyak
peristiwa sejarah dalam perjuangan bangsa Indonesia melawan penjajah,
memperoleh kemenangan walaupun dengan segala keterbatasan senjata, organisasi
dan sumber daya manusia. Hal ini menunjukkan bahwa tekad yang kuat dan
keyakinan pada kekuasaaan Tuhan, dapat menjadi faktor pendorong dan penentu
keberhasilan sesuatu. Alinea ketiga pembukaan mempertegas pengakuan dan
kepercayaan bangsa Indonesia terhadap Tuhan Yang Maha Esa. Manusia merupakan
mahluk Tuhan yang terdiri atas jasmani dan rohani. Manusia bukanlah mesin yang
tidak memiliki jiwa. Berbeda dengan pandangan yang beranggapan bahwa manusia
hanya bersifat fisik belaka.Ini menegaskan prinsip keseimbangan dalam kehidupan
secara material dan spiritual, kehidupan dunia dan akhirat, jasmani dan rohani.
Alinea
ketiga Pembukaan UUD 1945 juga menegaskan motivasi bangsa Indonesia untuk
menyatakan kemerdekaannya serta pengakuan akan peran rakyat dalam perjuangan
mencapai kemerdekaan. Kalimat yang menyatakan bahwa “rakyat Indonesia
menyatakan dengan ini kemerdekaannya” secara implisit melenyapkan segala
kesangsian dukungan rakyat terhadap kemerdekaan. Sehingga esensinya adalah
bahwa kekuasaan tertinggi bagi bangsa dan negara Indonesia adalah terletak pada
rakyat atau yang disebut kedaulatan rakyat.
4. Alinea keempat
Alinea
keempat : “Kemudian daripada itu untuk membentuk susunan pemerintahan negara
Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah
Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa
dan ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian
abadi, dan keadilan sosial, maka disusunlah kemerdekaan kebangsaan Indonesia
itu dalam suatu Undang-Undang Dasar Negara Indonesia yang terbentuk dalam
susunan negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat dengan berdasarkan
kepada: Ketuhanan Yang Maha Esa, kemanusiaan yang adil dan beradab, persatuan Indonesia,
dan 13
kerakyatan
yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan,
serta dengan mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia”.
Isi alinea
keempat ini sangat jelas menegaskan tentang tujuan Negara, pembentukaan UUD,
bentuk Negara, system pemerintahan dan dasar negara
a. Tujuan
negara Indonesia yaitu :
1) melindungi segenap bangsa Indonesia dan
seluruh tumpah darah Indonesia
2) memajukan kesejahteraan umum
3) mencerdasarkan kehidupan bangsa
4) ikut melaksanakan ketertiban dunia yang
berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial.
b. UUD yang
digunakan atau dibentuk UUD 1945
c. Susunan
dan bentuk negara, yaitu republik kesatuan
c. Sistem
pemerintahan negara Indonesia adalah berkedaulatan rakyat (demokrasi)
d. Dasar
negara indonesia yaitu Pancasila
B. Pokok-Pokok Pikiran dalam Pembukaan UUD 1945
Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 di dalamnya terkandung pokok-pokok pikiran yang harus
dijelmakan ke dalam pasal-pasal Batang Tubuh Undang-Undang Dasar 1945 serta
mengandung norma yang mengharuskan Undang-Undang Dasar mengandung isi yang
mewajibkan pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara termasuk penyelenggara
partai dan golongan fungsional untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang
luhur dan memegang teguh cita-cita moral rakyat yang luhur.
Berikut ini
4 pokok pikiran yang terkandung dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,
yaitu:
1. Negara
melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dengan
berdasar atas persatuan dengan mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat
Indonesia. Dalam pembukaan ini diterima aliran pengertian negara persatuan,
yakni negara yang melindungi dan meliputi segenap bangsa seluruhnya. Ini
berarti juga negara hendak mengatasi segala paham golongan dan segala paham
perseorangan.
Rumusan ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah satu, tidak dapat dipecah-pecah.
Meskipun setiap suku bangsa Indonesia mempunyai corak masing-masing,
keseluruhannya secara garis besar dan dalam pokok dasarnya mengandung
persamaan. Dengan demikian negara Indonesia yang didirikan atas aliran
pengertian persatuan Indonesia itu mengatasi segala paham golongan, mengatasi
segala paham perorangan. Negara Indonesia yang didirikan sesuai dengan keistimewaan
sifat dan corak masyarakatnya menghendaki negara yang bersatu dengan seluruh
rakyatnya karena negara Indonesia merupakan masyarkat yang integral yang
diliputi semangat satu bangsa, semangat kekeluargaan, kegotongroyongan dan
usaha bersama.
2. Negara
hendak mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Paham
pemikiran ini menunjukkan bahwa manusia Indonesia mempunyai hak yang sama untuk
menikmati keadilan sosial dan kewajiban yang sama untuk menciptakan keadilan
sosial itu. Namun, negara juga berkewajiban menciptakan keadilan sosial
tersebut.
3. Negara
yang berkedaulatan rakyat, berdasarkan atas kerakyatan dan permusyawaratan
perwakilan. Oleh karena itu sistem negara yang hendak terbentuk dalam
Undang-Undang Dasar 1945 harus berdasar atas kedaulatan rakyat dan berdasar
atas permusyawaratan perwakilan.
Paham
pemikiran ini menunjukkan bahwa kedaulatan dalam negara Republik Indonesia
berada ditangan rakyat Indonesia. Perwujudan kedaulatan rakyat itu dilakukan
berdasarkan kerakyatan atau demokrasi yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan
dalam permusyawaratan/perwakilan.
4. Negara
berdasarkan atas Ketuhanan yang Maha Esa
menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab.
Paham ini
menunjukkan bahwa bangsa Indonesia adalah bangsa yang monoteisme, yakni bangsa
mengakui bahwa Tuhan itu satu (esa). Perwujudan paham ini mengehdnaki
pemerintah dan lain-lain penyelenggara negara
untuk memelihara budi pekerti kemanusiaan yang luhur dan memegang teguh
cita-cita moral yang luhur.
Apabila kita
perhatikan keempat pokok pikiran di atas tampaklah bahwa pokok-pokok pikiran
yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945 itu adalah Pancasila itu sendiri. Oleh
karena, pokok-pokok pikiran Pembukaan UUD 1945 itu meliputi suasana kebatinan
dari UUD 1945 serta mewujudkan cita-cita hukum yang menguasai hukum dasar
negara, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis, sedangkan pokok-pokok
pikiran UUD 1945 itu dijelmakan dalam pasal-pasal UUD 1945, dapat disimpulkan
bahwa suasana kebatinan UUD 1945 adalah Pancasila.
C. Sikap
Postif Terhadap Isi Alinea dan Pokok Pikiran Pembukaan UUD 1945
Usaha
mempertahankan Pembukaaan
Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 tidak cukup hanya dengan memahami isi alinea dan pokok-pokok pikiran
dalam Pembukaaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Namun yang tidak kalah penting adalah
mewujudkan makna yang terkandung dalam setiap alinea dan pokok-pokok pikiran
dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia Tahun
1945 dalam kehidupan
bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
Setiap lembaga negara,
lembaga masyarakat, dan setiap
warga negara wajib
memperjuangkan makna yang
terkandung dalam alinea dan pokok-pokok
pikiran embukaaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 tersebut menjadi kenyataan.
Berikut ini
contoh sikap postif terhadap Isi Alinea dan Pokok Pikiran Pembukaaan Undang-Undang
Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945
1) Memiliki pola fikir dan pola tindak berdasar
pada konsep, prinsip, dan nilai yang terkandung dalam Isi Alinea dan Pokok
Pikiran Pembukaaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945.
2) Bertekad mempertahankan dan menjaga
kelestarian Pembukaan UUD 1945.
3) Menjadikan Isi Alinea dan Pokok Pikiran
Pembukaaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebagai landasan dalam
mengoperasionalisasikan demokrasi dan HAM
4) Menjadikan Isi Alinea dan Pokok Pikiran
Pembukaaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945 sebagai landasan dalam
penyusunan peraturan perundang-undangan.
5) Menjadikan Isi Alinea dan Pokok Pikiran
Pembukaaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia
Tahun 1945
mengoperasionalisasikan perekonomian nasional
6) Mengembangkan pola pikir Bhinneka Tunggal Ika
yang berwujud sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam kehidupan bangsa yang
pluralistik.
Kedudukan UUD 1945
Sebagai hukum dasar, UUD 1945 merupakan sumber hukum
tertinggi dari keseluruhan produk hukum di Indonesia. Produk-produk hukum
seperti undang-undang, peraturan pemerintah, atau peraturan presiden, dan
lain-lainnya, bahkan setiap tindakan atau kebijakan pemerintah harus dilandasi
dan bersumber pada peraturan yang lebih tinggi, yang pada akhirnya harus dapat
dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945.
Tata urutan peraturan perundang-undangan pertama kali diatur
dalam Ketetapan MPRS No. XX/MPRS/1966, yang kemudian diperbaharui dengan
Ketetapan MPR No. III/MPR/2000, dan terakhir diatur dengan Undang-undang No.10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, dimana dalam Pasal
7 diatur mengenai jenis dan hierarki Peraturan Perundang-undangan yaitu adalah
sebagai berikut :
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945,
Undang-Undang/Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang,
Peraturan Pemerintah,
Peraturan Presiden,
Peraturan Daerah. Peraturan Daerah meliputi :
Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Provinsi bersama dengan Gubernur;
Peraturan Daerah Kabupaten/Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan
Rakyat Daerah Kabupaten/Kota bersama Bupati/Walikota;
Peraturan Desa/peraturan yang setingkat, dibuat oleh badan
perwakilan desa atau nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Undang-Undang Dasar bukanlah satu-satunya atau keseluruhan
hokum dasar, melainkan hanya merupakan sebagian dari hukum dasar, masih ada
hukum dasar yang lain, yaitu hukum dasar yang tidak tertulis. Hukum dasar yang
tidak tertulis tersebut merupakan aturan-aturan dasar yang timbul dan
terpelihara dalam praktek penyelenggaraan negara -meskipun tidak tertulis –
yaitu yang biasa dikenal dengan nama ‘Konvensi’. Konvensi merupakan aturan
pelengkap atau pengisi kekosongan hukum yang timbul dan terpelihara dalam
praktek penyelenggaraan ketatanegaaan, dimana Konvensi tidak terdapat dalam UUD
1945 dan tidak boleh bertentangan dengan UUD 1945.
FUNGSI UNDANG-UNDANG
DASAR NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1945
Dalam hierarki Peraturan Perundang-undangan yang berlaku di
Indonesia sesuai Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2011 Tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan yang akan dibahas secara mendalam pada
Bab berikutnya, UUD 1945 menempati urutan tertinggi.
Hans Kelsen mengemukakan teorinya tentang jenjang norma
hukum/stufentheorie, dimana norma-norma hukum itu berjenjang-jenjang dan
berlapis-lapis dalam suatu hierarki tata susunan dimana norma yang lebih rendah
berlaku, bersumber, berdasar pada norma yang lebih tinggi lagi sampai pada
suatu norma yang tidak dapat ditelusuri lebih lanjut dan bersifat hipotesis dan
fiktif, yaitu norma dasar/groundnorms.
Jadi Peraturan yang lebih rendah tingkatannya tidak boleh
bertentangan dengan peraturan yang lebih tinggi tingkatannya. Maksudnya
Peraturan Menteri tidak boleh bertentangan dengan Peraturan Presiden. Peraturan
Presiden tidak boleh bertentangan dengan Undang-Undang. Undang-Undang tidak
boleh bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini berdasarkan asas
“Undang-undang yang dibuat oleh penguasa yang lebih tinggi mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi pula”. Apabila terdapat pertentangan antara peraturan yang
lebih rendah terhadap peraturan yang lebih tinggi, maka dapat diajukan uji
materi. Adapun kewenangan uji materi dimilki oleh dua lembaga yaitu Mahamah
Konstitusi dan Mahkamah Agung, letak perbedaannya ialah :
1) Apabila ada
Undang-undang yang bertentangan dengan Undang-Undang Dasar maka yang berwenang
menguji ialah Mahkamah Konstitusi/MK.
2) Apabila ada
peraturan perundang-undang di bawah undang-undang yang bertentangan dengan
Undang-Undang maka yang berwenang menguji ialah Mahkamah Agung/MA.
Sebagaimana di jelaskan dimuka, Undang-undang Dasar 1945
bukanlah hukum biasa, melainkan hukum dasar, yaitu hukum dasar yang tertulis.
Dengan demikian setiap produk hukum seperti undang-undang, peraturan
pemerintah, peraturan presiden, ataupun bahkan setiap tindakan atau kebijakan
pemerintah haruslah berlandaskan dan bersumber pada peraturan yang lebih
tinggi, yang pada akhirnya kesemuanya peraturan perundang-undangan tersebut
harus dapat dipertanggungjawabkan sesuai dengan ketentuan UUD 1945, dan
muaranya adalah Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara. Dalam
kedudukan yang demikian itu, UUD 1945 dalam kerangka tata urutan perundangan
atau hierarki peraturan perundangan di Indonesia menempati kedudukan yang
tertinggi.
Berdasarkan uarain tersebut, Undang-undang Dasar 1945
memiliki fungsi sebagai
1) Pedoman atau acuan
dalam penyelenggaraan kehidupan berbangsa dan bernegara.
2) Pedoman atau acuan
dalam penyusunan peraturan perundang-undangan
3) Alat kontrol
apakah norma hukum yang lebih rendah sesuai atau tidak dengan norma hukum yang
lebih tinggi, dan pada akhirnya apakah norma-norma hukum tersebut bertentangan
atau tidak dengan ketentuan UUD 1945.
Sifat UUD 1945
1. Tertulis, artinya rumusan UUD 1945 jelas dan mengikat
pemerintah sebagai penyelenggara negara dan juga setiap warga negara.
2. Singkat, artinya UUD 1945 hanya memuat aturan-aturan
pokok.
3. Supel, artinya UUD 1945 dapat dikembangkan sesuai dengan
perkembangan jaman.
4. UUD 1945 merupakan peraturan hukum positif yang tertinggi,
semua perundang-undangan, peraturan-peraturan yang berada di bawahnya tidak
boleh bertentangan.
5. UUD 1945 memuat norma-norma, aturan-aturan, serta
ketentuan-ketentuan yang dapat dan harus dilaksanakan secara konstitusional.
6. Universal, artinya UUD 1945 berlaku untuk semua suku dan
agama di Indonesia.
7. Rigid artinya UUD 1945 hanya dapat diubah dengan cara
tertentu secara khusus dan istimewa tidak seperti mengubah peraturan
perundangan biasa.
8. Fleksibel artinya UUD 1945 bisa mentoleransi suatu
kejadian yang sedikit menyimpang namun masih wajar dan juga tidak membahayakan.
9. Terbuka artinya UUD 1945 mau menerima suatu kebudayaan
dari bangsa lain yang tidak menyimpang dari aturan - aturan yang telah
ditetapkan.
NILAI-NILAI AUTHENTIC
Alinea 1
Kemerdekaan adalah hak segala bangsa
dan penjajahan bertentangan dengan perikemanusiaan dan perikeadilan
Alinea 2
Negara yang Merdeka,Bersatu,Berdaulat,Adil,dan
Makmur
Alinea 3
Menyatakan bahwa kemerdekaan atas
berkat rahmat Allah yang maha kuasa
Alinea 4
Keteguhan dan kuatnya pendirian
bangsa Indonesia menghadapi masalah kemerdekaan melawan penjajah